Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XXV di PAROKI SANTA ANNA VATIKAN 21 September 2025

Bacaan Ekaristi : Am. 8:4-7; Mzm. 113:1-2,4-6,7-8; 1Tim. 2:1-8; Luk. 16:1-13.

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya sangat senang memimpin Ekaristi di Paroki Kepausan Santa Anna ini. Dengan penuh rasa syukur saya menyapa para rohaniwan Agustinian yang melayani di sini, terutama pastor paroki, Pastor Mario Millardi, serta Prior Jenderal Ordo yang baru, yang hadir bersama kita hari ini, Pastor Joseph Farrell. Saya juga ingin menyapa Pastor Gioele Schiavella, yang baru saja merayakan usianya yang ke-103 tahun.

 

Gereja ini berdiri di lokasi yang istimewa, yang juga menjadi kunci bagi pelayanan pastoral yang dijalankan di sana: kita, bisa dikatakan, berada "di perbatasan," dan hampir semua orang yang masuk dan keluar Kota Vatikan melewati Gereja Santa Anna. Ada yang datang untuk bekerja, ada yang datang sebagai tamu atau peziarah, ada yang terburu-buru, ada yang datang dengan cemas atau dengan tenang. Semoga setiap orang mengalami di sini ada pintu dan hati yang terbuka untuk berdoa, mendengarkan, dan beramal!

 

Dalam hal ini, Bacaan Injil yang baru saja diwartakan menantang kita untuk secara saksama memeriksa hubungan kita dengan Allah dan, oleh karena itu, dengan satu sama lain. Yesus menyajikan alternatif yang tegas antara Allah dan kekayaan, meminta kita untuk mengambil posisi yang jelas dan masuk akal. "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan," oleh karena itu, "kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (bdk. Luk 16:13). Ini bukanlah pilihan yang bersifat kebetulan, seperti banyak pilihan lainnya, juga bukan pilihan yang dapat diubah seiring waktu, tergantung situasinya. Kita perlu memutuskan gaya hidup yang sejati. Tentang memilih di mana kita akan menempatkan hati kita, memperjelas siapa yang kita kasihi dengan tulus, siapa yang kita layani dengan penuh dedikasi, dan apa yang benar-benar menjadi kebaikan kita.

 

Inilah sebabnya Yesus membandingkan kekayaan dengan Tuhan: Tuhan berbicara demikian karena Ia tahu kita adalah makhluk yang berkekurangan, hidup kita penuh dengan kebutuhan. Sejak kita lahir, miskin dan telanjang, kita semua membutuhkan perhatian dan kasih sayang, rumah, pangan, sandang. Rasa haus akan kekayaan berisiko menggantikan Tuhan di hati kita ketika kita percaya itu akan menyelamatkan hidup kita, sebagaimana diyakini oleh bendahara yang tidak jujur ​​dalam perumpamaan (bdk. Luk 16:3-7). Inilah godaannya: berpikir bahwa tanpa Tuhan kita masih bisa hidup dengan baik, sementara tanpa kekayaan kita akan sedih dan tersiksa oleh ribuan kebutuhan. Dihadapkan dengan ujian kebutuhan, kita merasa terancam, tetapi alih-alih meminta bantuan dengan percaya dan berbagi dalam persaudaraan, kita dituntun untuk mencari-cari, menimbun, menjadi curiga dan tidak percaya kepada orang lain.

 

Pikiran ini mengubah sesama kita menjadi pesaing, saingan, atau seseorang yang dapat dieksploitasi. Sebagaimana diperingatkan Nabi Amos, mereka yang ingin menjadikan kekayaan sebagai alat dominasi berhasrat untuk "membeli orang lemah karena uang" (Am 8:6), mengeksploitasi kemiskinan mereka. Sebaliknya, Allah mengalokasikan kekayaan ciptaan kepada setiap orang. Kebutuhan kita sebagai makhluk ciptaan dengan demikian membuktikan sebuah janji dan ikatan, yang diperhatikan Tuhan secara pribadi. Pemazmur menggambarkan gaya pemeliharaan-Nya ini: Allah "melihat ke langit dan ke bumi"; Ia "menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur" (Mzm. 113:6-7). Beginilah cara Bapa yang baik bertindak, senantiasa dan terhadap setiap orang: tidak hanya terhadap mereka yang miskin dalam hal-hal duniawi, tetapi juga terhadap kesengsaraan rohani dan moral yang menimpa mereka yang berkuasa maupun yang lemah, yang miskin maupun yang kaya.

 

Sabda Tuhan, sesungguhnya, tidak mengadu domba manusia dalam kelas-kelas yang bersaing, melainkan mendorong setiap orang untuk melakukan revolusi batin, pertobatan yang dimulai dari hati. Tangan kita akan terbuka: memberi, bukan menerima. Pikiran kita akan terbuka: merencanakan masyarakat yang lebih baik, bukan mencari keuntungan dengan harga terendah. Sebagaimana ditulis Santo Paulus, "Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan semua pembesar" (1 Tim 2:1). Hari ini, khususnya, Gereja berdoa agar para pemimpin bangsa dibebaskan dari godaan untuk menggunakan kekayaan melawan kemanusiaan, mengubahnya menjadi senjata yang menghancurkan rakyat dan monopoli yang mempermalukan kaum buruh. Mereka yang melayani Tuhan terbebas dari kekayaan, tetapi mereka yang melayani kekayaan tetap menjadi hambanya! Mereka yang mencari keadilan mengubah kekayaan menjadi kebaikan bersama; mereka yang mencari kekuasaan mengubah kebaikan bersama menjadi mangsa keserakahan mereka sendiri.

 

Kitab Suci menjelaskan keterikatan pada harta benda ini, yang membingungkan hati kita dan merusak masa depan kita.

 

Sahabat-sahabat terkasih, saya berterima kasih atas kerjasamamu dalam berbagai cara untuk menjaga komunitas paroki ini tetap hidup dan atas karya kerasulan yang murah hati. Saya mendorongmu untuk bertekun dengan pengharapan di masa yang terancam perang. Seluruh bangsa saat ini sedang ditindas oleh kekerasan dan terlebih lagi oleh ketidakpedulian yang tak tahu malu, yang menjerumuskan mereka ke dalam nasib sengsara. Menghadapi tragedi-tragedi ini, kita tidak ingin tunduk, melainkan mewartakan dengan kata-kata dan perbuatan bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia, Dia yang membebaskan kita dari segala kejahatan. Semoga Roh-Nya menobatkan hati kita sehingga, dengan dibina oleh Ekaristi, khazanah tertinggi Gereja, kita dapat menjadi saksi kasih dan perdamaian.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 22 September 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.